Jumat, 31 Januari 2014

Ini Dia, Tujuh Penyebab Indonesia Masih Impor Ikan



Sejumlah pekerja menjemur ikan asin di Perkampungan Nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (11/9). Saat ini harga ikan asin di Ibu Kota merosot tajam, sekitar 40 persen. (Republika/Aditya Pradana Putra)
REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Indonesia dikenal sebagai negara bahari. Namun, dalam kenyataannya Indonesia masih tetap mengimpor ikan dari luar negeri. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof Rokhmin Dahuri, mengatakan, ada tujuh faktor penyebab Indonesia masih mengimpor ikan dari luar negeri.
"Salah satu penyebabnya, produksi ikan umumnya bersifat musiman, sedangkan kebutuhan konsumsi ikan tidak kenal musim," ujarnya di Jakarta, Kamis (5/1).

Menurut Rokhmin, penyebab lainnya adalah adanya kesenjangan antara daerah produksi perikanan -- umumnya di Kawasan Timur Indonesia dan di luar Jawa -- dengan daerah konsumsi dan pemasaran -- pulau Jawa. Selain itu, kata dia, impor ikan juga dipicu oleh infrastruktur dan sarana transportasi antarwilayah di Indonesia, banyaknya daerah produksi ikan yang tidak dilengkapi dengan "cold storage", dan masih maraknya pencurian ikan atau "illegal fishing".

Rokhmin menambahkan, impor ikan juga disebabkan  masih banyaknya pengusaha yang hanya bermental pedagang sehingga hanya mencari keuntungan tanpa peduli terhadap kepentingan bangsa. "Banyak pengusaha yang mentalnya instan atau bermental pedagang, bukan industriawan," katanya. Faktor lainnya, terkait dengan penegakan hukum yang dinilai masih lemah.

Sementara itu, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Nikijuluw mengatakan, saat ini masih terdapat sejumlah barang impor yang harus segera dicarikan substitusi impor dari produksi yang dihasilkan dari dalam negeri. Victor mengemukakan, sejumlah komoditas terkait substitusi impor tersebut antara lain adalah tepung ikan dan tepung udang, lemak minyak ikan, ikan kaleng, makanan udang (pelet), dan beragam produk olahan.

Pihaknya juga sedang mempersiapkan strategi terkait dengan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) yang diyakini juga akan mengoptimalkan produksi dan distribusi dalam negeri. "Sebentar lagi akan terbit peraturan pemerintah yang didalamnya akan terdapat tentang SLIN yang akan memberikan suplai kepada konsumen secara berkelanjutan," katanya.

Pengusaha Minta Gita Perbanyak Cold Storage Untuk Dukung Ketahanan Pangan

SPC, Jakarta – Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI) Anton J. Supit mengatakan untuk mencapai ketahanan pangan dan mengatasi kekurangan stok selama puasa dan Lebaran, dibutuhkan perubahan dan edukasi kebiasaan masyarakat. Perubahan dan edukasi yang dimaksud adalah penggunaan peralatan logistik berpendingin atau cold storage untuk menjadi media penyimpangan bahan pangan. Pasalnya selama ini, menurut Anton, masyarakat Indonesia terbiasa memakan makanan segar, misalnya ayam yang baru dipotong. “Padahal di luar negeri sudah lazim menggunakan cold storage. Bahkan, jika menggunakan cold storage ada bahan makanan yang tahan hingga 1 tahun. Kualitasnya hampir sama,” ujar Anton, seperti dikutip, Sabtu (13/7/2013). Selain itu, Anton menambahkan, diperlukan pula regulasi dari pemerintah untuk mendorong pengubahan kebiasan tersebut. Dia mencontohkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4/2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas dan Peraturan Guburnur No.19/2009 tentang Lokasi Penampungan dan Pemotongan Unggas. Regulasi tersebut mengharuskan relokasi pemotongan ayam tradisional ke rumah pemotongan ayam. Meski demikian, Anton menyebutkan regulasi ini tak berjalan selama 7 tahun terakhir. “Kalau ini dijalankan dengan baik, kita bisa melakukan stok jika produksi berlebih. Namun, saat ini sulit karena masyarakat cenderung tidak mau. Seperti saat ini kita kekurangan stok, malah harus impor. Kalau tidak ada yang stok ready bagaimana? pungkas Anton. Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan untuk menjaga stabilitas harga pangan, pihaknya mengimpor komoditas prioritas di antaranya daging sapi, daging ayam, cabe rawit, dan bawang. Untuk ketersediaan stok daging ayam, Anton mengklaim telah memasuk 500.000 ton untuk 3 bulan. Adapun kebutuhan daging ayam per tahun mampu mencapai 2,1 juta ton. (SPC/25/Bisnis) - See more at: http://suarapengusaha.com/2013/07/13/pengusaha-minta-gita-perbanyak-cold-storage-untuk-capai-ketahanan-pangan/

Habiskan Miliaran Rupiah Cold Storage Belum Operasi


Jakarta,Kompasiana.com-Pembangunan gedung Cold Storage oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PKPP dan PPI) Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta di kawasan Muara Angke,Kel.Pluit,Kec.Penjaringan,Jakarta Utara, yang menghabiskan total anggaran dari tahun 2007,2008 dan 2009 senilai Rp 19 miliar,sampai saat masih menyimpan masalah soal dasar hukum ketetapan tarif sewa.
“Sampai saat ini belum bisa disewakan untuk umum,karena belum ada dasar hukum soal berapa besar tarif sewa yang ditetapkan. Tidak ada Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta yang mengatur besaran tarif sewa untuk cold storage (tempat pembekuan ikan),” ujar Iwan Sudarmawan, Kepala Seksi Fasilitas UPT PKPP dan PPI Muara Angke,kemarin.
Dia sangat menyayangkan kenapa dalam perencanaan pembangunan cold storage yang menghabiskan APBD DKI Jakarta puluhan miliaran rupiah itu tidak diikutsertakan Perda untuk retribusi sewa. Akibatnya, sampai saat ini cold storage yang sudah rampung 80% itu tidak bisa disewakan pada umum.
Iwan sudah berusaha berkonsultasi kepada Biro Hukum DKI Jakarta dan Biro Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) untuk mencari dasar hukum lain selain Perda untuk menetapkan besaran tarif sewa cold storage. Juga saat ini lagi dicari dasar hukum berupa Peraturan Pemerintah dan Surat Keterangan Menteri Keuangan soal dasar acuan untuk menetapkan sewa cold storage untuk dituangkan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta.
Bila tidak ada dasar hukum lain, selain harus menggunakan Perda dalam tarif sewa maka operasional cold storage itu akan menjadi kendala.Alasannya, untuk membuat Perda bukanlah hal mudah dan membutuhkan waktu yang sangat panjang. Begitu juga kalau ingin merevisi Perda untuk ketentuan tarif retribusi sewa cold storage juga membutuhkan waktu 1-2 tahun.
Apa yang terjadi bila semua usaha untuk mengoperasikan cold storage agar bisa dimanfaatkan nelayan tetapi karena dasar hukumnya untuk tarif sewa tidak ada, maka anggaran yang telah dihabiskan puluhan miliar itu menjadi sia-sia dan peralatan cold storage yang terpasang untuk pembekuan ikan akan cepat rusak bila dibiarkan beberapa tahun tanpa dioperasikan.