REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dikenal sebagai negara bahari. Namun, dalam kenyataannya Indonesia masih tetap mengimpor ikan dari luar negeri. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof Rokhmin Dahuri, mengatakan, ada tujuh faktor penyebab Indonesia masih mengimpor ikan dari luar negeri.
"Salah satu penyebabnya, produksi ikan umumnya bersifat musiman, sedangkan kebutuhan konsumsi ikan tidak kenal musim," ujarnya di Jakarta, Kamis (5/1).
Menurut Rokhmin, penyebab lainnya adalah adanya kesenjangan antara daerah produksi perikanan -- umumnya di Kawasan Timur Indonesia dan di luar Jawa -- dengan daerah konsumsi dan pemasaran -- pulau Jawa. Selain itu, kata dia, impor ikan juga dipicu oleh infrastruktur dan sarana transportasi antarwilayah di Indonesia, banyaknya daerah produksi ikan yang tidak dilengkapi dengan "cold storage", dan masih maraknya pencurian ikan atau "illegal fishing".
Rokhmin menambahkan, impor ikan juga disebabkan masih banyaknya pengusaha yang hanya bermental pedagang sehingga hanya mencari keuntungan tanpa peduli terhadap kepentingan bangsa. "Banyak pengusaha yang mentalnya instan atau bermental pedagang, bukan industriawan," katanya. Faktor lainnya, terkait dengan penegakan hukum yang dinilai masih lemah.
Sementara itu, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Nikijuluw mengatakan, saat ini masih terdapat sejumlah barang impor yang harus segera dicarikan substitusi impor dari produksi yang dihasilkan dari dalam negeri. Victor mengemukakan, sejumlah komoditas terkait substitusi impor tersebut antara lain adalah tepung ikan dan tepung udang, lemak minyak ikan, ikan kaleng, makanan udang (pelet), dan beragam produk olahan.
Pihaknya juga sedang mempersiapkan strategi terkait dengan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) yang diyakini juga akan mengoptimalkan produksi dan distribusi dalam negeri. "Sebentar lagi akan terbit peraturan pemerintah yang didalamnya akan terdapat tentang SLIN yang akan memberikan suplai kepada konsumen secara berkelanjutan," katanya.
Menurut Rokhmin, penyebab lainnya adalah adanya kesenjangan antara daerah produksi perikanan -- umumnya di Kawasan Timur Indonesia dan di luar Jawa -- dengan daerah konsumsi dan pemasaran -- pulau Jawa. Selain itu, kata dia, impor ikan juga dipicu oleh infrastruktur dan sarana transportasi antarwilayah di Indonesia, banyaknya daerah produksi ikan yang tidak dilengkapi dengan "cold storage", dan masih maraknya pencurian ikan atau "illegal fishing".
Rokhmin menambahkan, impor ikan juga disebabkan masih banyaknya pengusaha yang hanya bermental pedagang sehingga hanya mencari keuntungan tanpa peduli terhadap kepentingan bangsa. "Banyak pengusaha yang mentalnya instan atau bermental pedagang, bukan industriawan," katanya. Faktor lainnya, terkait dengan penegakan hukum yang dinilai masih lemah.
Sementara itu, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Nikijuluw mengatakan, saat ini masih terdapat sejumlah barang impor yang harus segera dicarikan substitusi impor dari produksi yang dihasilkan dari dalam negeri. Victor mengemukakan, sejumlah komoditas terkait substitusi impor tersebut antara lain adalah tepung ikan dan tepung udang, lemak minyak ikan, ikan kaleng, makanan udang (pelet), dan beragam produk olahan.
Pihaknya juga sedang mempersiapkan strategi terkait dengan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) yang diyakini juga akan mengoptimalkan produksi dan distribusi dalam negeri. "Sebentar lagi akan terbit peraturan pemerintah yang didalamnya akan terdapat tentang SLIN yang akan memberikan suplai kepada konsumen secara berkelanjutan," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar